5 cm
Film 5 cm adalah sebuah film yang menandai kali pertama dalam karir penyutradaraan Rizal Mantovani (Pupus,
2011) dimana ia menggarap sebuah film yang naskah ceritanya diangkat
dari sebuah novel. Pertama kali dirilis pada tahun 2007, novel 5 cm
yang ditulis oleh Donny Dhirgantoro secara perlahan menjelma menjadi
salah satu novel dengan penjualan paling laris di Indonesia. Dengan
jalan cerita yang mengangkat mengenai tema persahabatan serta diselimuti
dengan kisah petualangan, rasa nasionalisme serta dialog-dialog
bernuansa puitis, novel tersebut berhasil menarik minat pembaca novel di
seluruh Indonesia hingga berhasil mengalami cetak ulang sebanyak 25
kali. Kesuksesan itulah yang kemudian menarik minat Sunil Soraya untuk
mengadaptasi kisah 5 cm menjadi sebuah film layar lebar bersama dengan Rizal Mantovani.
5 cm
sendiri berkisah mengenai persahabatan yang terjalin antara lima orang
pemuda, Zafran (Herjunot Ali), Riani (Raline Shah), Genta (Fedi Nuril),
Ian (Igor Saykoji) dan Arial (Denny Sumargo). Selalu menghabiskan banyak
waktu mereka bersama membuat kelimanya telah begitu mampu untuk
mengenai karakteristik satu sama lain. Kebersamaan tersebut kemudian
mendapatkan tantangan ketika Genta mengusulkan selama tiga bulan ke
depan, kelimanya tidak saling berhubungan dan berkomunikasi. Tantangan
tersebut sendiri dimaksudkan agar masing-masing sahabat tersebut dapat
menyelesaikan berbagai impian yang selama ini selalu tertunda akibat
banyaknya waktu yang mereka habiskan bersama. Kelimanya akhirnya setuju
untuk menjalani ujian tersebut.
Tiga bulan berlalu, Genta akhirnya
mengirimkan pesan agar keempat sahabatnya membawa sejumlah perlengkapan
dan menemuinya di stasiun kereta api. Tak disangka, Genta mengajak
sahabat-sahabatnya untuk menempuh sebuah perjalanan menuju kota Malang,
Jawa Timur, untuk kemudian melanjutkan perjalanan tersebut dengan
melakukan pendakian di Gunung Semeru dan menuju puncaknya, Mahameru,
yang merupakan puncak tertinggi di Pulau Jawa. Ditemani oleh adik Arial,
Dinda (Pevita Pearce), perjalanan yang akan menguji kuatnya rasa
persahabatan antara kelima karakter tersebut akhirnya dimulai.
5 cm memulai perjalanan ceritanya
dengan cukup lancar. Proses pengenalan karakter yang disajikan di awal
film mampu dihadirkan secara menghibur melalui deretan dialog bernuansa
guyonan-guyonan persahabatan yang kental dan hangat. Walau porsi
pengenalan karakter tersebut dihadirkan dalam durasi penceritaan yang
sedikit terlalu lama, namun akting natural serta chemistry yang cukup erat yang hadir dari jajaran pemeran film ini membuat tempo penceritaan 5 cm
tidak pernah terasa berjalan lamban. Kekuatan eksekusi pada bagian awal
ini pula yang berhasil membuat deretan karakter dalam jalan cerita 5 cm menjadi begitu mudah untuk disukai.
Permasalahan mulai muncul ketika jalan
cerita film mulai beranjak pada kisah mengenai petualangan keenam
karakter dalam mendaki terjalnya Gunung Semeru. Ketika tata
sinematografi arahan Yudi Datau selalu mampu menghadirkan deretan gambar
yang berhasil mempesona penontonnya, tidak begitu halnya dengan
pengembangan kisah yang dijalani karakter-karakter tersebut. Ketika 5 cm
memulai perjalanannya sebagai sebuah film petualangan, tema penceritaan
yang awalnya berkisah tentang persahabatan terasa berubah total menjadi
kisah rasa nasionalisme masing-masing karakternya terhadap negara
tempat mereka tinggal – lengkap dengan deretan dialog yang diutarakan
dengan nada deklamasi yang, harus diakui, cukup menggelikan untuk
didengarkan.
Tidak ada masalah dengan tema
nasionalisme – ataupun dialog puitis yang dibacakan secara deklamasi
ketika setiap karakter berada dalam situasi non formal di ruang terbuka.
Yang terasa mengganggu adalah bagaimana sikap setiap karakter yang
awalnya sama sekali tidak terlihat memiliki ‘bibit-bibit’ nasional
seketika berubah penuh ketika mereka melakukan pendakian dan menyaksikan
keindahan alam sekitarnya. Terasa tidak berjalan alami, semu dan… well…
curang untuk lantas memasukkan tema penceritaan nasionalisme dengan
sebuah latar belakang alasan yang tidak begitu kuat. Deretan konflik dan
tantangan yang dialami setiap karakter dalam perjalanan mereka menuju
puncak Mahameru juga gagal untuk dikembangkan dengan baik. Setiap
permasalahan terkesan hanya dihadirkan untuk menambah intensitas
ketegangan dalam jalan cerita untuk kemudian hilang begitu saja seperti
sama sekali tidak pernah terjadi.
Bagian paling buruk dari deretan penceritaan 5 cm
jelas berada pada akhir cerita film ini – yang kini kembali berpaling
dari tema nasionalisme dan beralih menjadi tema romansa. Adalah sangat
dimengerti bahwa bagian ini dihadirkan untuk memberikan penyelesaian
atas pertanyaan-pertanyaan asmara yang hadir pada beberapa karakter
semenjak jalan penceritaan dimulai. Namun, eksekusi cerita sendiri
berlangsung dengan sangat cepat dan dilakukan dengan jalan yang murahan.
Kehadiran bagian romansa ini juga seperti merusak tatanan cerita yang
seharusnya telah mencapai klimaks ketika jalan cerita 5 cm lebih berfokus pada petualangan para karakternya.
Terlepas dari kurang mampunya Donny
Dhirgantoro, Sunil Soraya dan Hilman Mutasi sebagai penulis naskah dalam
mengembangkan tema nasionalisme dan romansa dalam jalan cerita 5 cm,
harus diakui bahwa film ini masih tetap mampu berdiri tegak sebagai
sebuah fim berkelas atas pengarahan Rizal Mantovani yang dinamis. Rizal
mampu menghadirkan jalan cerita 5 cm dengan ritme penceritaan
yang begitu mudah untuk diikuti. Kualitas film ini semakin terasa kuat
berkat dukungan tata teknis yang apik, khususnya tata sinematografi yang
benar-benar mengagumkan karya Yudi Datau, serta dukungan penampilan
para jajaran pengisi departemen aktingnya. Bukan sebuah film yang
sempurna namun jelas merupakan film yang akan mampu memikat banyak
penontonnya.
Sumber : http://amiratthemovies.wordpress.com/2012/12/16/review-5-cm-2012/